Ahli Energi - Membahas manajemen energi, Sumber energi terbarukan dan tak terbarukan , pemanfaatan energi , Pembangkit listrik tenaga surya dan isu-isu terbaru energi

MANAJEMEN ENERGI - AUDIT ENERGI - SUMBER-SUMBER ENERGI - ENERGI TERBARUKAN - ISU TERBARU ENERGI

 

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI 

DI BANGUNAN GEDUNG



PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI

DI BANGUNAN GEDUNG

Oleh: (Shalahuddin Hasan)

Copyright © 2014 by (Shalahuddin Hasan)

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

MANAJEMEN ENERGI DAN AUDIT ENERGI

1.1 MANAJEMEN ENERGI 1

1.2. AUDIT ENERGI 11

1.3 INSTRUMENTASI AUDIT ENERGI 34

1.4 INTENSITAS KONSUMSI ENERGI (IKE) 43

BAB II

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI DI SISTEM KELISTRIKAN

PADA BANGUNAN GEDUNG

2.1 SISTEM DISTRIBUSI LISTRIK GEDUNG 45

2.2 PERALATAN DALAM SISTEM KELISTRIKAN GEDUNG 55

2.3 AUDIT ENERGI SISTEM ENERGI LISTRIK GEDUNG 87

2.4 HASIL-HASIL AUDIT ENERGI DI SISTEM

KELISTRIKAN GEDUNG 90

BAB III

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI

DI SISTEM REFRIGERASI DAN TATAUDARA PADA

BANGUNAN GEDUNG

3.1 SISTEM REFRIGERASI 105

3.2 COOLING TOWER 131

3.3 SISTEM TATAUDARA 134

3.4 NON SENTRAL AC SPLIT 141

3.5 PERBANDINGAN KINERJA BERBAGAI SISTEM AC 142

3.6 AUDIT ENERGI DI SISTEM AC GEDUNG 145

3.7 PELAKSANAAN PENGUKURAN 149

3.8 PENGOLAHAN DATA HASIL AUDIT ENERGI 154

3.9 TEKNIK KONSERVASI ENERGI DI SISTEM AC 157

BAB IV

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI

DI SISTEM TATA CAHAYA PADA BANGUNAN GEDUNG

4.1 DASAR PENCAHAYAAN DAN PERISTILAHAN 164

4.2 LAMPU 180

4.3 ARMATUR LAMPU 197

4.4 AUDIT ENERGI DI SISTEM LAMPU GEDUNG 199

4.5 CONTOH PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI

DI SISTEM PENCAHAYAAN 207

BAB V

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI

DI SISTEM SELUBUNG BANGUNAN PADA BANGUNAN

GEDUNG

5.1 PENGERTIAN 216

5.2. NILAI PERPINDAHAN TERMAL MENYELURUH 222

5.3 KONSERVASI ENERGI DI SELUBUNG

BANGUNAN 238

BAB VI

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI

PADA SISTEM POMPA DAN PERPOMPAAN PADA

BANGUNAN GEDUNG

6.1 PENDAHULUAN 254

6.2 JENIS POMPA 256

6.3 AUDIT SISTEM POMPA 270

6.4 PELUANG EFISIENSI ENERGI 276

BAB VII

PELAKSANAAN EFISIENSI ENERGI DI PERALATAN LAIN

(LIFT,ESCALATOR DAN BOILER) PADA BANGUNAN

GEDUNG

7.1 LIFT (ELEVATOR) DAN ESCALATOR 288

7.2 BOILER 297

BAB VIII

BUILDING AUTOMATION SYSTEM (BAS) PADA BANGUNAN

GEDUNG

8.1 GAMBARAN UMUM 321

8.2 ARSITEKTUR BUILDING AUTOMATION

SYSTEM (BAS) 324

DAFTAR PUSTAKA 336

INDEKS 341

BAB I

MANAJEMEN ENERGI DAN AUDIT ENERGI

1.1 MANAJEMEN ENERGI

Manejemen adalah Suatu proses kegiatan yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan

yang merupakan usaha-usaha para anggota organisasi agar

mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sementara

itu manajemen energi adalah kegiatan di suatu perusahaan

yang terorganisir dengan menggunakan prinsip-prinsip

manajemen, dengan tujuan agar dapat dilakukan konservasi

energi, sehingga biaya energi sebagai salah satu komponen

biaya produksi/operasi dapat ditekan serendah-rendahnya.

Konservasi energi sendiri mengandung arti sebagai suatu usaha

untuk tetap menggunakan energi secara rasional tapi tetap

mempertahankan produktifitas dan terpenuhinya syarat-syarat

kelola perusahaan. Penggunaan energi rasional diantaranya

dengan penghematan dan efisiensi energi. Jadi harus dibedakan

antara penghematan energi dengan konservasi energi.

Penghematan energi bisa saja dilakukan dengan hanya

mengurangi penggunaan energinya tapi kenyamanan dan

produktitas menjadi turun. Sementara konservasi energi adalah

penerapan kaidah-kaidah dalam pengelolaan energi tidak hanya

mengurangi pemakaian energinya tapi juga menerapkan pola

operasi yang efisien, pemasangan alat tambahan yang

meningkatkan performa sistem sehingga pemakaian energinya

lebih rendah tapi tidak mengurangi kenyamanan dan

produktifitas. Jadi pada intinya konservasi energi merupakan

panduan bagaimana menghemat energi dengan benar dan

berisi metode-metode dan alat alat yang bisa dipakai untuk

penghematan energi tanpa mengurangi produktifitas dan

kenyamanan. Sementara efisiensi energi artinya perbandingan

antara penggunaan energi dengan hasil produksinya. Yang

dimaksud produksinya bisa kenyamanan, gerak dan lain-lain.

Jadi efisiensi energi yang tinggi berarti pemakaian energinya

rendah tapi produksi tinggi. Dengan demikian konsep

konservasi energi lebih luas dibandingkan dengan efisiensi

energi.

Secara internasional Standar tentang manajemen energi adalah

dengan ISO 50001 ENERGY MANGEMENT SYSTEM. ISO

(International Standard Organization) adalah organisasi

internasional untuk standar. System manajemen energi ini juga

sesungguhnya tidak berdiri sendiri karena merupakan

penggabungan dan harmonisasi dari sistem manajemen energi

yang sudah diterapkan beberapa negara serta kawasan seperti

Uni Eropa. Saat ini beberapa Negara seperti Denmark, Ireland,

Sweden, US, Thailand, Korea telah memiliki national energy

management standards sendiri . Sementara Uni Eropa bahkan

sudah punya regional energy management standard yang sudah

dipergunakan.

Standar manajemen energi ISO 5001 dimaksudkan untuk

memberikan kerangka kerja bagi perusahaan dalam

mengintegrasikan efisiensi energi di perusahaannya ke dalam

manajemen praktis dari perusahaan. Jadi ISO berusaha

menjadikan standar Manajemen Energi agar dapat:

• Memandu perusahaan dalam menggunakan energi lebih baik

• Sebagai panduan dalam benchmarking, pengukuran,

dokumentasi, laporan intensitas energi dan manfaat

implementasi proyek energi untuk mengurangi dampak emisi

rumah kaca (Green House Gas/GHG emissions)

• Membentuk komunikasi yang terbuka antar lintas divisi dalam

pengelolaan energi

• Mempromosikan kasus-kasus sukses dalam pengelolaan

energi dan mendorong perilaku pengelolaan energi yang baik

• Memandu perusahaan melakukan evaluasi dan implementasi

teknologi baru dalam efisiensi energi.

• Menyediakan kerangka kerja untuk mempromosikan efisiensi

energi pada seluruh jalur pemanfaatan yang ada diperusahaan

• Menfasilitasi peningkatan pengelolaan energi kaitannya

dengan GHG emission reduction.

Konsep manajemen energi dari ISO ini mengadopsi siklus

manajemen dari Deming Cycle (yang dipromosikan oleh Dr W.

Edwards Deming di tahun 50-an).

....................................

............................................

1.2. AUDIT ENERGI

1.2.1. Definisi Audit Energi

Seperti halnya manajemen keuangan, untuk menelusuri

penggunaan keuangan dan mengontrol penggunaannya yang

tepat, maka digunakan audit keuangan sebagai alatnya. Dengan

audit keuangan akan dapat diketahui penggunaan keuangan

yang tidak tepat dan tidak benar sehingga pemborosan bisa

ditekan dan bisa mengkondisikan pengelola keuangan untuk

menyusun manajemen keuangan yang baik.

Demikian juga pada manajemen energi, untuk mengetahui dan

menelusuri aliran penggunaan energi digunakan audit energi

sebagai alatnya. Dengan audit energi ini akan diketahui

kebocoran-kebocoran penggunaan energi di gedung sehingga

dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk menekan

kebocoran–kebocoran tersebut dan pengelolaan energinya

menjadi baik.

Pada bangunan gedung, sistem pengguna energi dapat

dikelompokkan pada empat pengguna energi terbesar yaitu :

Sistem AC, Sistem pencahayaan, sistem transportasi gedung

dan peralatan kantor plus lainnya. Dari hasil survei sejumlah

pihak (sumber kementrian ESDM) persentasi penggunaan

energi peralatan gedung komersial rata-rata adalah seperti

terlihat pada gambar di bawah ini ;

Gambar 1.4 persentase penggunana energi di gedung

Sumber : Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)

Dari gambar terlihat bahwa sistem AC menggunakan energi

terbesar sekitar 60 % dari energi gedung dan diikuti oleh

pencahayaan sekitar 20 %. Apakah implikasinya? Implikasinya

adalah bahwa fokus kegiatan konservasi energi ini harus

diarahkan terutama ke sistem AC dan kemudian

pencahayaannya karena penghematan dikedua sistem ini akan

memberikan hasil yang signifikan dalam program penghematan

gedung.

..........................................

.....................................................

Kapan Audit energi diperlukan ?

Audit energi adalah kegiatan untuk mengetahui pola pemakaian

energi dari peralatan pengguna energi yang ada di gedung. Pola

pemakaian energi ini diamati pada peralatan-peralatan utama

pengguna energi seperti AC, lift, Pencahayaan, boiler dan

motor-motor. Dengan didapatkannya pola pemakaian energi

maka langkah-langkah untuk melakukan efisiensi dan

pengelolaan energi di gedung menjadi lebih terarah. Untuk

menetapkan tingkat efisiensi peralatan penggguna energi yang

ada di gedung dilakukan perbandingan hasil pengamatan dan

pengukuran dengan acuan standar yang berlaku seperti SNI dan

lainnya.

Sistem AC

60%

Sistem cahaya

20%

Sistem

Transport

10%

Alat-alat lain

10%

Audit energi : ” Kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan

berapa energi yang digunakan serta berapa potensi

penghematan yang mungkin diperoleh dalam upaya

mengoptimalkan penggunaan energi pada fasilitas unit/sistem

gedung”.

Tujuan audit energi : ” Adalah untuk menentukan cara yang

terbaik untuk mengurangi penggunaan energi per satuan output

dan mengurangi biaya operasi gedung ”

Suatu kegiatan audit energi adalah merupakan alat untuk

mendukung program konservasi energi disuatu fasilitas

pengguna energi. istilah konservasi energi ini harus dibedakan

dengan penghematan energi. Konsep yang berlaku dari

konservasi energi ini adalah suatu kegiatan untuk mendukung

pemakaian energi yang tepat dan efisien pada suatu fasilitas

pengguna energi tanpa mengurangi produktifitas atau

kenyamanannya. Untuk mencapai ini diperlukan batasanbatasan standar yang harus ditaati. Dengan adanya batasan ini

maka penghematan energi tidak akan dilakukan secara semenamena sehingga merugikan pengguna, sebagai contoh ada

persepsi yang salah menghemat energi lampu pada ruangan

kantor adalah dengan mematikan begitu saja sejumlah lampu

pada ruangan itu, sehingga mengakibatkan sulitnya kegiatan

membaca dan aktifitas lainnya. Yang benar mematikan lampu

pada ruangan kantor dibatasi oleh tingkat terang minimal (lux)

yang harus dipenuhi agar sesuai dengan peruntukkannya.

Sebagai contoh dalam ruangan tingkat minimal tingkat terang

adalah 350 lux, kemudian setelah diukur dengan alat ukur

pencahayaan tingkat terangnya menunjukkan 400 lux, maka

pada ruangan tersebut dapat dilakukan pemadaman sejumlah

lampu sehingga rata-rata tingkat terangnya turun menjadi 350

lux.

Uraian diatas akan mengarah kepada pertanyaan kapan suatu

fasilitas pengguna energi (gedung atau lainnya) perlu melakukan

audit energi.

Sesungguhnya kita tidak secara mudah bisa mengatakan suatu

fasilitas pengguna energi itu boros dalam penggunaan

energinya, yang paling mungkin kita menduga bahwa suatu

fasilitas pengguna energi berindikasi boros energinya. Tapi

sebaiknya suatu fasilitas pengguna energi baik gedung ataupun

lainnya perlu diaudit penggunaan energinya ada ataupun tidak

indikasi penggunaan energi yang boros.

.................

.........................

kegiatan audit energi pada bangunan gedung harus melihat

aspek-aspek yang terkait dengan gedung yaitu :

1. Sistem kelistrikan Pada Bangunan Gedung

2. Sistem Refrigerasi dan Tata Udara Pada Bangunan Gedung

3. Sistem Tata Cahaya Pada Bangunan Gedung

4. Sistem Selubung Bangunan Gedung Pada Bangunan

Gedung

5. Sistem Pompa dan Perpompaan Pada Bangunan Gedung

6. Sistem Peralatan lain (lift escalator dan boiler) Pada

Bangunan Gedung

7. Sistem otomasi terintegrasi gedung (Building Automation

System/BAS) Pada Bangunan Gedung

...........................................

.....................................................

1.3. Instrumentasi Audit Energi

Dalam kegiatan audit energi penggunaan instrumen atau

peralatan ukur mutlak diperlukan terutama untuk audit awal dan

audit rinci, sementara pada audit ringkas, data historis

pemakaian energi di gedung dengan display data dari alat-alat

ukur yang ada di pengguna energi sudah memadai untuk bahan

analisa audit energi. Pada audit energi awal peralatan ukur yang

diperlukan cukup yang dapat melakukan pengukuran sesaat

tanpa diperlukan recorder, sementara untuk pengukuran pada

audit detail wajib menggunakan peralatan yang memiliki

penyimpan data (recorder). Peralatan ukur yang memiliki

penyimpan data diperlukan pada kegiatan audit energi rinci,

karena pada tahapan ini harus didapatkan profile penggunaan

energi listrik selama periode tertentu (harian atau mingguan).

Data profile ini akan menjadi data yang lebih akurat dalam

mengambil keputusan dalam pelaksanaan implementasi

konservasi energi yang akan dilakukan. Pada umumnya

peralatan (instrument) ukur untuk audit energi ini bersifat

portable dan harus bisa dipindah-pindah karena memang lokasilokasi pengukuran dalam kegiatan audit energi ini berjauhan dan

terpisah.

Alat ukur portable tidak dimaksudkan untuk menggantikan alat

ukur yang dipasang tetap dan dipelihara dengan baik di gedung

untuk pengendalian dan optimasi operasi. Jika data dari

peralatan ukur yang ada digedung sudah memadai pengukuran

yang dilakukan hanya sebagai pembanding saja.

Berbagai alat ukur portable dapat dipergunakan untuk

melaksanakan audit energi. Yang paling sering diperlukan di

gedung antara lain untuk pengukuran :

• Pengukur temperatur langsung (contact temperature

measurement) - indikator temperatur elektronik dengan sistem

digital, dengan probe yang dapat diganti-ganti sesuai dengan

skala serta sifat pengukuran (insertion probes untuk

pengukuran didalam, contact probes untuk pengukuran

permukaan).

• Pengukur temperatur tidak langsung (non contact temperatur

measurement) - infrared pyrometer untuk pengukuran

permukaan.

• Pengukur tekanan - electronic pressure gauges dan

manometer.

• Gas analyser - chemical type untuk pengukuran kandungan

karbon dioksida dan oksigen pada gas pembakaran biasanya

untuk pengukuran di boiler.

• Gas analyser - electronic analyser untuk pengukuran

oksigen, karbon mono-oksida dan suhu gas buang (stack gas),

dengan perhitungan otomatik tingkat karbon dioksida dan

efisiensi pembakaran.

• Pitot tube - untuk pengukuran laju aliran udara kedalam boiler

dan furnace.

• RH meter - pengukur relative humidity yang elektronis dan

dapat dijinjing dengan tangan (hand held).

• TDS meter - instrumen elektronik dengan probe kombinasi

untuk mengukur zat terlarut dan temperatur untuk memonitor

kwalitas boiler feed water (air umpan boiler) dan blow down.

• Photocell lightmeter – atau lux meter untuk mengukur tingkat

pencahayaan yang ada di dalam ruangan gedung.

• clamp-on meter untuk mengukur tegangan (voltage), arus,

tahanan, power factor, beban (Kw), konsumsi (kWh), sering

dikombinasi dalam satu alat ukur yang disebut "multimeter"

dengan computerised memory dan printer untuk membuat

catatan yang tetap (permanent records).

• Energy alayzer untuk mengukur tegangan (voltage), arus,

tahanan, power factor, beban (Kw), konsumsi (kWh) dan

harmonic dengan computerised memory untuk membuat

catatan yang tetap (permanent records).

• leak meter - Instrumen audit energi yang digunakan untuk

mendeteksi lokasi kebocoran dari suatu sistem distribusi gas.

Leak meter pada umumnya digunakan untuk melakukan

pendeteksian kebocoran pada sistem udara bertekanan

(compressor) dan refrijeran pada sistem pendingin

...................

..........................

2.2.3 Menentukan Kapasitas Kapasitor Bank

Untuk meningkatkan efisiensi aliran listrik dengan menurunkan

daya reaktif ditentukan oleh besar daya kVAr (kilo Volt Ampere

reaktif) kapasitor bank. Bagaimana menentukan kapasitas

kapasitor bank? Ada berbagai cara untuk menentukan daya

reaktif yang dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi aliran

listrik diantaranya

a. secara diagram.

b. Pengukuran langsung

.......................................

a. Dengan Metode diagram

Diagram yang dimaksud adalah seperti yang terlihat pada

gambar 2.9 diatas dimana yang akan kita hitung atau kita

butuhkan adalah daya reaktif yang akan disuplai oleh kapasitor.

Kita lihat kembali gambar 2.9, daya reaktif yang disuplai

kapasitor adalah Qc maka

Daya reaktif yang disuplai kapasitor = Qc = daya reaktif awal –

daya reaktif akhir

Qc = Q - Q’

Dengan persamaan trigonometri dikaitkan dengan daya aktif P

maka,

Q = P tg φ

Q’ = P tg φ’

Maka Qc = P tg φ - P tg φ’

Qc = P (tg φ - tg φ’)

Kita definisikan Koefisien pengali k =(tg φ - tg φ’)

Koefisien k dapat dibuat dengan persamaan trigonometri

sehingga untuk factor daya lama cosφ dengan Koefisien pengali

k dapat dihitung factor daya baru cos φ’ dan akhirnya

didapatkan daya reaktif kapasitor yang dibutuhkan Qc untuk

daya aktif beban P yang diketahui.

...................................................

.......................................................

b. Dengan Metode Pengukuran

Beban listrik gedung tidaklah menunjukkan angka yang tetap

setiap saat. Besarnya beban listrik gedung dalam kWatt bisa

bervariasi setiap hari, bahkan untuk gedung jenis hotel beban

listriknya bisa sangat fluktuatif karena tidak tetapnya jumlah

pengunjung ke hotel. Menghitung kebutuhan daya reaktif

kapasitor (kVAr) dengan hanya menyandarkan pada satu kali

pengukuran yang sesaat tentunya amat riskan. Pengukuran

periodik khususnya melalui audit energi akan memberikan

gambaran yang lebih akurat tentang pola penggunaan energi

listrik dan pola beban dari kelistrikan gedung. Periode

pengukuran listrik gedung bisa dilakukan minimal 1 minggu

karena dapat dikatakan pola hidup didalam gedung berulang

setiap minggu. Sementara untuk hotel perlu pengukuran yang

lebih akurat dengan mengkaji waktu-waktu peak dan low

season. Melalui pengukuran akan didapatkan angka optimal

daya listrik kWatt serta rata-rata factor daya (cos phi) kelistrikan

gedung. Lebih jauh lagi dengan pengukuran kelistrikan ini tidak

hanya menghindari denda beban energi reaktif (kVARh) yang

diterapkan oleh PT PLN apabila factor daya listrik gedung lebih

rendah dari 0.85, dari hasil pengukuran bahkan bisa

menghilangkan sama sekali daya reaktif yang harus disuplai dari

jala-jala PLN ke sistem kelistrikan gedung sehingga pada

gilirannya dapat mengurangi daya nyata (apparet/kVA) yang

harus disuplai oleh jala-jala PLN.

..........................................

............................................

6.4 PELUANG EFISIENSI ENERGI

3. Menggunakan Variable speed drive (VSD) pada Pompa

Mengendalikan kecepatan pompa adalah cara yang paling

efisien untuk mengontrol aliran, karena ketika kecepatan pompa

berkurang, konsumsi daya listriknya juga berkurang. Untuk

mengatur kecepatan pompa, metode yang umum yang paling

efektif adalah digunakannya Variabel Speed Drive (VSD). VSD

mampu untuk mengatur kecepatan pompa secara bervariasi

sesuai dengan kebutuhan beban pemompaan.

Ada dua macam VSD, yaitu jenis mechanical dan electrical.

Jenis mechanical berkaitan dengan sistem pengatur yang

menggunakan sistem mekanis seperti : hydraulic clutches, fluid

couplings, dan adjustable belts dan pulleys, sementara jenis

electrical menggunakan sistem electric sebagai pengontrol

seperti : eddy current clutches, wound-rotor motor controllers,

dan variable frequency drive (VFD). VSD dengan pengaturan

frekwensi (VFD) adalah jenis yang paling populer digunakan

saat ini. VSD ini mengatur frekuensi listrik dari jala-jala ke motor

untuk mengubah kecepatan perputaran motor sehingga

meningkatkan efisiensi operasi pompa pada kondisi operasi

yang berbeda. VSD jenis ini dikenal dengan Varible Frequency

Drive (VFD).

Keuntungan utama penggunaan VSD disamping penghematan

energi adalah (menurut : USA DOE, 2004):

• Peningkatan kontrol proses karena VSD dapat memperbaiki

variasi kecil dalam aliran lebih cepat.

• Peningkatan keandalan sistem karena keausan pompa,

bearing dan seal jadi berkurang.

• Pengurangan biaya perawatan sebab kran pengendali, jalur

by-pass, dan starter konvensional tidak lagi diperlukan.

• Kemampuan Soft starter: VSD membolehkan motor untuk

memiliki arus startup yang lebih rendah.

Berikut ini gambaran dari rangkaian yang ada didalam Variable

Frequency Drive.

Gambar 6.12 rangkaian Variable Frequency drive

www2.electronicproducts.com

Prinsip kerja VFD secara sederhana adalah :

• Tegangan yang masuk dari jala jala 50 Hz dialirkan ke board

Rectifier/ penyearah DC, dan ditampung ke bank capacitor.

Tegangan dari AC kemudian dijadikan DC.

• Tegangan DC kemudian diumpankan ke board inverter untuk

dijadikan AC kembali dengan frekuensi sesuai kebutuhan.

Perubahan dari DC ke AC komponen utamanya adalah

Semiconduktor aktif seperti IGBT. Dengan menggunakan

frekuensi carrier (bisa sampai 20 kHz), tegangan DC dicacah

dan dimodulasi sehingga keluar tegangan dan frekuensi yang

diinginkan. Berikut ini contoh gambar fisik VFD dengan

motornya.

gambar 6.13 fisik VFD dan motornya

www.inverterdrive.com

Contoh

• Harga 1 unit pompa 50HP, 480VAC, 3 Phase , dengan

Efficiency sebesar 0,93 Adalah sekitar US$3500

• Harga 1 unit VFD untuk motor 50HP, 480VAC 3Ph adalah

sekitar $1800

• Maka apabila motor beroperasi konstan dan kontinyu selama

setahun dengan 24 jam per hari selama setahun (365hari)

• Misal tariff listrik Rp 720 per kwh ( US$0.075/kWh utk kurs

9000 Rp/US$), maka biaya listriknya pertahun adalah :

50HP x 0,746kW/HP x 24hrs/day x 365 days/yr x

US$0,075/kWh/0,93 eff = US$26.350

Biaya listrik tahunan = US$26.350

• Dari benchmark diketahui penghematan energi dengan

menggunakan VFD mencapai 20% dari listrik biaya total, maka

penghematan biaya energi per tahun :

Penghematan = 20 % x $26.350 = $5270,

Dengan harga VFD $1800 maka payback periodnya adalah

PBP = $1800/$5270 = 0,34 tahun atau 4,1 bulan

TENTANG PENULIS:

Ir Shalahuddin MM menyelesaikan study

sarjananya di Jurusan Teknik Fisika Institut

Teknologi Bandung tahun 1993 serta program

master di Magister Management Universitas

Indonesia tahun 2001. Berpengalaman

sebagai energy specialyst: Membuat

kebijakan energi untuk pemerintah daerah dan kementrian, Ahli

dalam melakukan audit energi di Industri, Bangunan Komersial

dan pembangkit listrik serta Performance test untuk pembangkit

listrik juga Implementasi konservasi energi dari rekomendasi

hasil audit energi. Saat ini berkecimpung di bidang pembangkit

listrik tenaga air PLTA - IPP hydro Power.



0 comments: