Ahli Energi - Membahas manajemen energi, Sumber energi terbarukan dan tak terbarukan , pemanfaatan energi , Pembangkit listrik tenaga surya dan isu-isu terbaru energi

MANAJEMEN ENERGI - AUDIT ENERGI - SUMBER-SUMBER ENERGI - ENERGI TERBARUKAN - ISU TERBARU ENERGI

Audit Energi Gedung

Kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi yang digunakan serta berapa potensi penghematan yang mungkin diperoleh dalam upaya mengoptimalkan penggunaan energi pada fasilitas atau sistem gedung

Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi

Energi terbarukan tersedia melimpah di alam penggunaannya ketersediaannya tidak pernah habis dan tidak merusak lingkungan - Konservasi energi adalah melestarikan energi dengan penggunaan yang efisien dan bijaksana

Manajemen Energi

Manajemen energi adalah pengelolaan energi secara komprehensip secara nasional dan lokal dengan mengikuti kaidah-kaidah manajemen untuk mencapai kemakmuran bersama

Efisiensi di Industri

Industri yang menerapkan sistem manajemen energi dan melakukan program efisiensi energi akan memiliki daya saing yang tinggi karena biaya energinya lebih rendah

Kebijakan Energi Nasional

Kebijakan energi Nasional (KEN) yang menerapkan sistem manajemen energi yang benar, Menerapkan prinsip berkeadilan keberlanjutan dan berwawasan lingkungan, memperhatikan kaidah-kaidah efisiensi energi dan menggunakan energi secara bijaksana akan memberikan kemakmuran bagi rakyat

Kamis, 01 Desember 2011

Paradigma Shift Manajemen Energi : Dari Supply Side ke Demand Side

Pengelolaan dan pemanfaatan energi mengalami beberapa kali perubahan paradigma. Ini terkait dengan ketersedian energi itu sendiri, pola konsumsi energi serta perkembangan teknologi dalam pemanfaatan dan pembangkitan energi itu sendiri. Perubahan paradigma diantaranta yaitu :

1.    Perubahan paradigma pengelolaan energi

2.    Perubahan paradigma sumber energi

 

1.    Perubahan Paradigma Pengelolaan Energi


Pada saat awal paradigma pemerintah  dalam pengelolaan energi nasional berfokus pada sisi pasokan energi. Kemudian beberapa tahun yang lalu paradigmanya berubah menjadi focus pada  permintaan.

Manajemen energi yang focus pada sisi pasokan artinya  pemerintah berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan energi melalui pemanfaatan sumber-sumber energi yang ada terutama energi fosil. Energi fosil menjadi sumber energi utama sehingga menentukan tingkat kompetenesi ekonomi nasional. Akibatnya energi terus disubsidi agar memenuhi kebutuhan energi yang murah disisi konsumen. Pada saat itu Energi alternatif dan terbarukan tidak diprioritaskan dalam portofolio pemanfaatan energi nasional. Selain itu  Penggunaan energi oleh semua sector baik sektor rumah tangga, sektor industri,sektor komersial dan transportasi masih  boros karena kurangnya kesadaran dan penekanan pada efisiensi energi oleh pemerintah.

Kemudian beberapa tahun setelahnya, pemerintah mulai mengubah paradigma pengelolaan energi dengan lebih fokus pada sisi permintaan energinya. Ada perubahan paradigma dimana Pemerintah memastikan bahwa kebutuhan dan penggunaan energi dalam rumah tangga,industri, sektor komersial dan transportasi dapat benar-benar efisien. Hal ini dapat dicapai ketika semua pengguna energi menerapkan sikap hemat energi serta mulai menggunakan peralatan dan teknologi yang lebih efisien dalam penggunaan energi.

Selain efisien dari perilaku dan peralatan yang digunakan, dalam paradigma baru ini pasokan dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan, jika perlu pembangunannya diberikan insentif agar pengembang tertarik membangun energi terbarukan.

1.    Perubahan Paradigma Sumber Energi

Di era milenial ini dengan kondisi energi fosil yang semakin menipis, paradigma energi yang berlaku adalah transisi energi. Transisi energi adalah proses berkelanjutan untuk mengganti bahan bakar fosil dengan sumber energi rendah karbon. Secara lebih umum, transisi energi adalah perubahan struktural yang signifikan dalam sistem energi terkait pasokan dan konsumsi.


Transisi saat ini ke energi berkelanjutan sebagian besar didorong oleh keinginan atas emisi gas rumah kaca global harus dibawa ke nol. Karena bahan bakar fosil adalah sumber emisi karbon terbesar, jumlah yang dapat diproduksi dibatasi oleh Perjanjian Paris 2015 untuk menjaga pemanasan global di bawah 1,5 °C. Perjanjia paris ini dibuat karena Lebih dari 70% emisi gas rumah kaca global kita dihasilkan dari sektor energi yaitu untuk transportasi, pemanas, dan penggunaan industri.

Sumber energi terbarukan tenaga angin dan sistem fotovoltaik surya (PV) memiliki potensi terbesar untuk mengurangi terjadinya perubahan iklim. Sejak akhir 2010-an, transisi energi terbarukan juga didorong oleh daya saing kedua energi ini  yang meningkat pesat.

Sumber energi tenaga angin dan sistem fotovoltaik surya (PV) dianggap paling penting dalam transisi energi rendah karbon karena keduanya menawarkan potensi untuk mengurangi emisi carbon dengan masing-masing sebesar 4 Gt CO2 ekuivalen per tahun, nilai ini setengahnya dengan biaya masa pakai bersih yang lebih rendah daripada referensi.

Dalam sector transportasi, transisi energi terbarukan mencakup pergeseran dari kendaraan bertenaga mesin pembakaran internal ke transportasi umum yang lebih banyak, mengurangi perjalanan udara dan penggunaan kendaraan listrik.

Pada tahun 2022, pembangkit listrik tenaga air adalah sumber listrik terbarukan terbesar di dunia, menyediakan 16% dari total listrik dunia pada tahun 2019. Namun, karena ketergantungannya yang besar pada geografi dan dampak lingkungan dan sosial yang umumnya tinggi dari pembangkit listrik tenaga air, potensi pertumbuhan teknologi ini terbatas. Tenaga angin dan matahari dianggap lebih terukur, tetapi masih membutuhkan lahan dan material dalam jumlah besar, keduanya memiliki potensi pertumbuhan yang lebih tinggi.  Pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan ini telah tumbuh hampir secara eksponensial dalam beberapa dekade terakhir berkat penurunan biaya yang cepat. Pada 2019, tenaga angin memasok 5,3% listrik di seluruh dunia sementara tenaga surya memasok 2,6%.

Dibandingkan dengan  produksi jenis pembangkit listrik tenaga air yang dapat dikontrol secara aktif, produksi listrik  dari tenaga angin dan tenaga surya  masih tergantung pada cuaca. Jaringan listrik harus diperpanjang dan disesuaikan untuk menghindari pemborosan. Oleh karena itu, tenaga air dianggap sebagai sumber yang dapat dikirim, sedangkan matahari dan angin adalah sumber energi terbarukan yang bervariasi. Sumber  energi dari tenaga angin dan tenaga surya   memerlukan pembangkit cadangan atau penyimpanan energi yang dapat dikirim untuk menyediakan listrik yang berkelanjutan dan andal. Oleh karena itu, teknologi penyimpanan juga memainkan peran kunci dalam transisi energi terbarukan.

Penggunaan baterei skala besar menjadi pilihan yang tepat untuk dapat memanfaatkan energi listrik dari tenaga matahari dan angin ini karena pemanfaatannya dapat kontinyu walaupun pembangkitannya tidak kontinyu karena masih dipengaruhi oleh cuaca.

Terakhir agar energi terbarukan dapat dimanfaatkan secara luas dan murah, masih diperlukan penemuan teknologi-teknogi baru yang efektif dan efisien dalam mengkonversi tenaga angin dan matahari menjadi tenaga listrik

Share:

Senin, 25 April 2011

Ketahanan Energy Indonesia 25 tahun lagi Rapuh……. Revolusi!!

Semua orang yang berkepentingan dengan energi Indonesia saat ini sedang ribut dengan masalah energi Indonesia yang tidak kunjung normal. Masalah memang adalah fenomena hidup tapi masalah energy yag tengah dihadapai Indonesia sudah tidak normal lagi. Pada umumnya ada tiga kondisi energi yang biasa dihadapi suatu negara, pertama kondisi normal atau bisnis as usual dimana kondisi suplai dan demand berada pada jalur yang bisa dikontrol dan dimanage (manageable), kedua kondisi krisis energi yaitu kondisi dimana kondisi suplai dan demand energi mengalami gangguan yang cukup signifikant sehingga mengganggu proses normal terutama di Industri dan perekonomian tapi masih bisa diatasi sehingga kondisis suplai dan demand energy kembali kekesimbangannya. kondisi krisis ini telah terjadi di Indonesia sejak krisis moneter melanda Indonesia dan ini menyebabkan sejumlah hal terganggu seperti penurunan produksi industry kenaikan harga dan perlambatan ekonomi. Kondisi krisis yang terus menerus tanpa bisa diatasi untuk kembali kekondisi keseimbangannya akan berubah menjadi kondisi darurat energy. Saat ini kondisi energy yang dihadapi Indonesia sudah dalam stadium darurat energi, kita sedang mengalami darurat Energi, darurat energi berbeda dengan krisis energi, darurat energi karena gangguan suplai energi berlanjut terus dan menjadi permanen tak bisa direcovery dan berakibat tidak dapat dilaksanakannya program-program pembangunan. Darurat energy terjadi pada minyak bumi karena berkurangnya suplai BBM dari 1 juta barel per hari menjadi 900-an ribu Barel per hari menjadi permanen dan tidak bisa direcovery bahkan terus menurun sementara sumber-sumber lain tak ada, substitusi Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti bioetanol dan biosolar yang pernah digembar-gemborkan sebagai program nasional hanya besar diomongan saja tapi kecil di lapangan. Selain itu kondisi darurat energy juga terjadi tidak hanya terbatas pada energy primer, ketersediaan listrik juga sedang dalam kondisi darurat terutama di luar pulau jawa, adanya pemadaman bergilir tiap hari adalah berita harian yang bisa terjadi di daerah utama penghasil energi primer seperti kalimantan dan sumsel..!

Kacau...benar-benar kacau negara pemilik batubara nomor tiga dunia dan penghasil CPO nomor satu dunia serta pemilik panas bumi nomor wahid... mangalami krisis energi dan bahkan di sebagian wilayahnya ada yang mengalami darurat energi....!!

Bagai tikus mati di lumbung padi.., memang karena tikusnya kebanyakan dan kekenyangan...mati terlindas mobil.

Apa yang salah...

secara konsep Indonesia ada tiga pilar management energi secara nasional yaitu :

1. Intensifikasi

2. Diversifikasi

3. Konservasi

Intensifikasi artinya negara melakukan ekploitasi sebesar-besarnya sumber energi yang ada. minyak disedot sebanyak-banyaknya, batubara dikeruk sebanyak-banyaknya dan lainnya begitu juga. Langkah ini cenderung tak terkendali karena godaan keuntungan yang besar didepan mata, apalagi adanya permainan pejabat pemilik ijin dengan komisi dan pungli serta korupsi.

seharusnya intensifikasi yang membabi buta bisa diredam dengan lebih mengedepankan diversifikasi sebagai upaya menyeragamkan bauran pemakaian energi (energi mix).

tapi nyatanya sampai sekarang diversifikasi energy utamanya energy terbarukan masih rendah porsinya dalam komposisi energi mix nasional. pemakaian energi panas bumi, air, angin, biomass dan nuklir sangat rendah dan tidak ramai. Ramainya cuma di wacana dan kontroversi seperti pemakaian energi nuklir. Seharusnya sudah 10 tahun lalu Indonesia punya PLTN komersial, nyatanya Prancis saja 70 % energy listriknya dari PLTN, Jepang 30 %, ggak ada ribut-ribut…karena sejatinya Indonesia sudah punya PLTN research sejak 1955 (Reaktor TriGa Mark, di samping kampus ITB)

Hal lain yang sangat menyedihkan adalah pilar ketiga yang sama sekali tidak dianggap dengan serius. Tiga puluh tahun lebih program konservasi energi tidak berhasil mengerem ekplotasi sumber-sumber energi dengan tak terkendali. masyarakat sama sekali belum paham apa itu konservasi energi, padahal konservasi energi dimaksudkan untuk mengamankan ketersediaan energi. langkah-langkah konservasi energi diantarannya program penghematan energi dan penggunaan sistem pengguna energi yang efisien baik di industri rumah tangga, transportasi, bangunan bahkan juga di pembangkit. Tak ada sama sekali aturan yang mewajibkan pemakaian peralatan pengguna energy yang efisiensi.

kesadaran konservasi energi yang baik secara nasional pun baru muncul tahun lalu. secara politis pemerintah baru sadar akan hal ini, baru tahun lalu dikementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memiliki lembaga setingkat dirjen yang mengurusi Konservasi Energi itupun masih berbagi urusan dengan energi terbarukan yaitu Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), padahal di negara lain lembaga ini setinggkat dirjen dan berdiri sendiri.

Pemerintah harus lebih keras berusaha untuk melaksanakan manajemen energi dengan baik. ketahanan energi tidak hanya amannya ketersediaan suplai energi yang sementara sebagian suplai itu didatangkan dari luar yang pada gilirannya akan menggerus devisa nasional dan menghambat program-program nasional seperti rencana pembatasan pemakaian premium di Jabotabek yang tidak jelas kapan akan dilaksanakan.

Pemerintah Indonesia harus lebih keras lagi melaksanakan 2 pilar terakhir dari management energi yaitu diversifikasi dan konservasi energi. Saat ini pilar utama ketahanan energi nasional adalah intensfikasi energi atau pengerukan yang berpijak pada minyak bumi sebagai acuan. Tapi apakah pemerintah tidak sadar atau tak mau tahu bahwa cadangan minyak bumi kita tinggal 20 tahunan lagi, gas 60 tahunan lagi dan batubara sekitar 130 tahunan lagi (PerPres Nomor 5 Tahun 2006 ; Blue print Pengelolaan energy nasional 2006 -2025). Dengan demikian konsep manajemen energy nasional berpijak pada sumber energy yang tidak signifikan dan cadangannya cuma tinggal 20 tahun lagi.

Jika pemerintah tidak bekerja lebih keras lagi dengan langkah-langkah progresif dan revolusioner dalam diversifikasi energy dan konservasi energy maka dalam 25 tahun kedepan ketahanan energy nasional akan berpotensi mengganggu ketahanan nasional, apalagi jika manajemen energy masih based-on oil energy alias oil minded. Gonjang-ganjing di timur tengah saja bisa membatalkan program pemerintah dalam pembatasan pemakaian premium di jabotabek, padalah cuma jabotabek. Seharusnya kekurangan premium bisa diatasi atau disubstitusi dengan bioetanol, jika program Bahan Bakar Nabati sungguh-sungguh dilaksanakan dengan kerja keras, karena sumbernya banyak sekali, bisa singkong, jagung atau umbi lainnya dan tidak harus dari tetes tebu yang perkebunannya terus berkurang. Jadi pertanyaan besar bagi kita, Bagaimana jadinya jika suplai minyak tak ada dari luar negeri untuk menutupi kekurangan saat ini, jelas jelas bisa mengganggu ketahanan nsaional karena bisa terjadi keresahan dan kerusuhan dimana-mana.

Dalam perpres no 5 tadi sampai 2025 minyak bumi masih memegang peran significant dalam bauran energy nasional (energy mix) itupun dengan catatan bahwa pemerintah berhasil melaksanakan program konservasi dan diversifikasi energy. Bagaimana jika pelaksanaannya ‘memble’ seperti yang sudah-sudah bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena minyak bumi masih sebagai sumber energy utama padahal Indonesia saat ini saja sudah sangat deficit minyak bumi.

Harus.. kita harus melakukan revolusi management energy kalau tidak ingin ketahanan energy nasional rapuh selama 25 tahun ke depan, Karena kita terlalu mendasarkan ketahanan energy pada energy yang tidak terbaharui terutama minyak bumi.

Ketahanan energy adalah pilar ketahanan nasional karena tak ada satupun makhluk hidup yang tidak butuh energy.

Dua puluh lima tahun ke depan pilar utama energy nasional harus Diversifikasi dan Konservasi Energi tidak mendasarkan pada minyak bumi.

Revolusi manajemen energi…. Atau mati…

Share: